Thursday, November 25, 2010

Matahari Terbenam Bukanlah Akhir dari Semua

Sore hari yang indah, aku duduk di kursi yang berada di terasku. Matahari sudah bersiap-siap untuk beristirahat. Dan aku masih duduk terdiam dikursi yang terbuat dari rotan khas Kalimantan itu. Aku memandang ke seberang terlihat kaki-kaki lincah saling melempar bola. Bunga sedap malam yang tepat berada di atas meja yang berada di sampingku sudah mulai mengeluarkan pesonanya. Secangkir kopi Luwak pemberian tetanggaku menjadi temanku sore itu. Bersendau-gurau bersama, ia mendengarkan aku menceritakan kisah-kisahku. Romantis.

...

Suatu hari saat aku sedang berjalan pulang dari sebuah pasar untuk membeli semua kebutuhanku, aku melihat seorang anak pemulung duduk di depan rumahku dengan posisi kepalanya yang tertunduk. Tak tega hati ini melihatnya, aku menghampirinya dan mengajaknya masuk ke rumahku. Dia aku angkat sebagai anak. Anak pemulung itu masuk rumahku dengan malu-malu dan dia mulai mengenal isi rumahku. Bagaimana teraturnya barang-barang yang aku taruh, bingkai foto yang terpajang berjejer di tembok bercat biru muda dengan bergariskan cat hijau muda, vas bunga yang berada tepat ditengah-tengah meja makan, kursi yang saling berhadapan, dan masih banyak lagi. Anak pemulung itu sudah kurawat selama kurang lebih satu tahun dan tanpa di sengaja, dia itu menemukan retak pada dindingku, kebocoran pada atap rumahku, dan lantai yang retak. Terlihat dia sudah mulai tidak betah tinggal di rumahku. Sikapnya berubah menjadi sedikit dingin dan lama kelamaan menjadi dingin. Dan dia hanya mempunyai dua pilihan, tetap tinggal di rumahku dan membantuku untuk membenarkan semua cacat yang ada di rumahku atau kabur dari rumahku tanpa kuketahui dengan meninggalkan sejuta kenangan indah bersamaku. Aku tidak tahu apa yang akan dia pilih. Itu semua tergantung olehnya.

Yang ingin ku tulis sebenarnya adalah tentang cinta, tentang sebuah pilihan, dan tentang sebuah harapan. Kisahku di atas kebetulan sama dengan apa yang kualami. Mungkin bukan sebuah kebetulan tetapi rencana Tuhan. Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan karena Tuhan sudah merencanakan semuanya sebelum kita ada di dunia ini dan sebelum kita menjalani kehidupan ini.

Sudah aku rasakan pahit manisnya cinta. Manisnya melebihi manis gula dan pahitnya tentu melebihi pahit kopi Luwak yang menemaniku saat ini. Aku rasakan bagaimana manisnya cinta, indahnya cinta saat dia dekat denganku. Dia sering menyapaku, memulai percakapan. Kita tertawa, bercanda. Lalu kita mulai dekat yang tidak mungkin aku rincikan di sini. Lalu makin hari, makin ke sini aku merasakan perubahan dari dia. Dulu dia sering menyapa tapi sekarang sudah jarang. Makin hari intensitas dia menyapa bisa kuhitung pakai jari. Aku tidak tahu mengapa dia berubah. Apa mungkin seiring dengan berjalannya waktu dan bertumbuhnya aku menjadi seorang remaja dia menemukan sifat-sifat yang dia tidak suka dari aku? Aku merasa dia sudah mulai menjauh dan mungkin sudah mencoba pergi dari hatiku dengan meninggalkan sejuta kenangan indah yang tak mungkin kulupakan. Secara tidak langsung dia memberikan sebuah harapan kosong kepadaku. Banyak yang aku harapkan tapi ternyata hasilnya nihil. Sekarang dia sudah menjauh dan membiarkanku terdiam sendiri disini. Aku masih terdiam, terdiam, dan terdiam. Kadang aku tidak habis pikir dengan yang dia lakukan. Kadang aku masih berharap dia tetap tinggal di sini dan membantuku memperbaiki semua kekuranganku. Kita dipertemukan untuk saling melengkapi bukan? Tapi aku tahu ini semua adalah rencana-Nya yang pasti akan indah pada waktunya.

Sekarang aku berpikir kalau aku mengenal dia bukan suatu kebetulan. Dia dekat denganku bukan suatu kebetulan. Dia mulai memasuki hatiku dan membiarkanku merasakan rasa manis itu bukanlah suatu kebetulan. Sampai dia mulai berubah, menjauhiku, dan memberi harapan yang tidak akan pernah tercapai juga bukanlah suatu kebetulan. Ini semua adalah rencana Tuhan. Mungkin Dia membiarkan ini terjadi padaku agar aku menjadi orang yang kuat dalam menghadapi hidup ini, agar aku tidak lagi menjadi orang yang cengeng. Sekarang yang harus aku lakukan hanyalah melihat ke depan, melupakan masa lalu. Melupakan masa lalu tidak berarti aku melupakan orang yang telah membuat aku menjadi kuat, yaitu dia. Aku harus mengejar semua yang ingin aku capai di masa depan yang sama halnya dengan anak-anak yang mengejar bola rotan itu. Aku harus menangkap cahaya terang di seberang sana sebelum cahaya itu hilang sama seperti sinar matahari yang sebentar lagi akan berganti dengan bulan.

...

Tiba-tiba cangkir kopi Luwakku pecah karena kucing peliharaanku melompat ke pahaku dan tidak sengaja menyenggol cangkir kopi itu. Aku tersentak kaget dan aku menyadari bahwa matahari sudah tidur berganti bulan terjaga, anak-anak yang tadi sedang asik bermain bola sudah pulang ke rumah masing-masing. Aku melihat ke jam tanganku dan aku tidak percaya kalau waktu sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam. Itu berarti sudah satu jam lima belas menit aku duduk dan kembali ke masa lalu, mengingat semua yang telah kualami. Dan sekarang adalah waktunya untuk memasak untuk makan malam aku dan Roddy, kucing peliharaanku. Lalu beristirahat untuk mempersiapkan diri menghadapi bab baru dalam hidupku.